Pangandaran mempunyai tempat bernama Cagar Alam Pangandaran. Rusa-rusa berkeliaran bebas di dalam dan di luar cagar alam. Ada pantai pasir putih yang indah di sana. Adapula yang menawarkan snorkeling dengan hanya mengeluarkan uang Rp 50.000,- dan sudah termasuk perlengkapannya. Tempat inilah yang jadi tempat rekreasi kami berempat di akhir pekan.
Kebetulan kantor pusat saya kerja dekat dengan pantai Pangandaran. Kos saya juga tidak jauh dari kantor pusat. Seorang ibu berumur sekitar 50 tahun adalah pemilik kos dimana saya tinggal. Anak sulungnya adalah seorang tentara sehingga jarang pulang ke rumah. Sedangkan anak bungsunya adalah seorang guru di Bandung, mengikuti jejak suaminya. Hanya ibu kos yang tinggal di rumah, seorang diri. Saya bayangkan betapa sepinya jika tidak ada penghuni kos yang tinggal di rumahnya.
"Neng, dimakan ya sarapannya?" Senyum ramah terukir dari Bu Lisna, pemilik kos.
"Oh iya bu... terima kasih." Saya membalas senyum ramahnya.
Betapa baiknya Bu Lisna setiap hari menghidangkan sarapan untuk anak-anak kosnya. Tidak hanya sarapan, tetapi makan siang dan makan malam pun disajikan buat kami. Sosok bu Lisna mengingatkan saya pada seorang nenek di Balikpapan, kalimantan Timur. Seseorang yang baik, hangat dan ramah, terutama pada cucu-cucunya.
"Ibu sekarang sudah punya cucu berapa? "Tanya saya mengawali percakapan pagi yang cerah.
"Oohh... Ibu sekarang punya 4 cucu, kalau libur panjang suka pada pulang ke sini. Ibu kalau nggak ada kalian, sepi sekali di rumah ini." Senyum ramahnya masih mengambang di wajah yang penuh kerutan akibat dimakan usia. Tatapan matanya seolah ingin mengatakan sesuatu yang selama ini terpendam di hatinya.
Percakapan pagi yang singkat namun bermakna itu tiba-tiba membuat hati ini seperti ditancap. Teringat oleh orang tua yang ada di rumah. Mengapa mereka tetap bersikeras melarang anaknya bekerja jauh dari rumah? Tetap bersikeras memaksa anaknya untuk bekerja di tempat yang diminati kebanyakan orang, yaitu PNS. Alasan itulah yang akan saya cari di perjalanan ini.
***
"Nanti siang makan nasi Padang yuk!" Ajak Dhanty.
"Yaelah... nasi Padang melulu. Eh, mau nggak cobain Ayam Penyet dekat Pantai Timur?" Usul Krista yang sudah bosen diajak Dhanty makan nasi Padang hampir tiap hari.
"Vy, gimana? mau ikut? " Dhanty mengajak saya.
Kami berempat memang jarang terpisah saat makan siang. Berangkat dan pulang kerja pun kami selalu bersama. Walaupun Pangandaran adalah tempat yang tidak seluas kota Bekasi, tetapi di sinilah saya mendapatkan ketenangan hati. Bagaimana tidak nyaman, sekali dapat masalah kerjaan, pantailah tempat kami melepaskan kekacauan hati dan pikiran.
Hingga tibalah hari dimana kami harus berpisah karena mutasi ke berbagai daerah. Saya dapat cabang di Balikpapan, Dhanty di Bandung, Krista di Samarinda dan Dewi di Jakarta. Nggak kebayang sebelumnya, kami yang selalu kompak akan berpisah juga.
Farewell party kami rayakan di cafe Momento, pinggir Pantai Barat Pangandaran. Rekan-rekan kerja yang lain juga ikut merayakan acara perpisahan kami. Kartu remi sudah siap dimainkan. Yang kalah, hukumannya adalah dicoret dengan lipstik, baik laki-laki ataupun perempuan. Foto-foto selfie dengan gaya lucu, norak dan gokil mewarnai suasana malam itu.
"Vy, lu jangan lupain gw yah nanti." Bisik Dhanty sambil memeluk saya. Kami berempat saling berpelukan sambil tersenyum satu sama lain.
Air mata tidak sengaja turun karena mengingat kebersamaan kami selama training. Saya percaya bahwa persahabatan yang sesungguhnya tidak terhalang oleh jarak dan waktu. Akan ada dimana kami bisa saling bertemu lagi walaupun mempunyai kesibukan masing-masing.
**
Mobil jemputan sudah datang. Saya berpamitan dengan ibu kos.
"Neng, ibu bikinin kue buat bekal neng selama di perjalanan. Jangan lupain ibu ya. Hati-hati di jalan." Saya terharu. Bu Lisna masih sempat membuatkan kue untuk saya.
"Ingat pesan Ibu, kalau sudah sukses jangan lupain orang tua. Selalu kasih kabar ke mereka ya meskipun nggak tiap hari. " Bu Lisna tersenyum sambil melambaikan tangan untuk perpisahan. Semakin jauh dari pandangan, semakin saya merindukannya, merindukan sosok seorang Ibu.
Di dalam mobil saya mengecek apakah ada pesan buat saya. Saya cek whatsapp dan isinya membuat jantung saya berdebar. Tidak sangka saya mendapat pesan singkat dari seseorang di masa lalu. Seseorang yang pernah membuat hati saya terluka.
"Vivy... apa kabar?"